Sunday 24 February 2013

Where is the Moonlight? (Part 2)


Vindemiatrix

Aku mengalami salah satu pengalaman pahit yang pasti sudah atau akan dijalani oleh setiap orang didunia. Broken hearted. Rasanya hidupmu seperti ada di lagu – lagu mellow yang diputar radio di malam hari.
Ish.

Bersama dan menjalani hidup bersama orang yang kau sayang kurang 3 – 4 bulan dari setahun itu menyakitkan. Rasanya seperti sebuah rajutan yang sudah terbentuk nyaris sempurna, tergunting lagi. Atau seperti lukisan penuh warna di atas sebuah kanvas putih, lalu seseorang tiba – tiba menuangkan cat warna gelap disana. Hitam.

Aku sejenak tersenyum mendengar ucapan salah seorang guru yang mengatakan bahwa seseorang akan lebih kuat menapaki hidup saat ia mendapat hal buruk. Ya. Kurasa setelah aku mengalami hal ini, aku akan lebih kuat. Kutulis di benakku, kutipan dari sebuah lagu. Apa yang tidak membunuhmu akan menjadikanmu lebih kuat. What doesn’t kill you make you stronger.


Entahlah. Aku tidak pernah tahu kemana Tuhan akan membawa hati dan diriku kedepan. Yang harus kulakukan adalah membuat suatu hal, menjalaninya, dan bersyukur atas apa yang telah Ia gariskan sekarang. Masalah hati, masalah nanti. Hanya Ia yang akan membuka hati dan mataku.
---
Anak berambut lurus dengan senyum manisnya itu selalu duduk di deret depan kelas sejak hari pertama ia menginjakkan kakinya di kelas ini. Sejak masih di kelas – kelas yang lalu. Setia dengan teman sebangkunya yang sejak awal tidak pernah berganti seperti anak – anak lain.

Setiap aku memasuki kelas, pasti ia sudah ada duduk dibangkunya. Duduk dengan tenang tanpa merasa risih akan hal – hal yang mengganggunya. Ia, dan teman – teman baiknya. Aku melangkah menuju ke sebuah bangku di belakang kelas dan mengamatinya dari sana. Seperti biasa.

Senyumnya yang manis itu. I can’t keep my eyes off of her. Mendekatinya memang mudah. Tapi sungguh, berbicara dengannya dan berhadapan langsung dengan senyum manisnya membuatku kelu. Aku memang tidak pernah tergagap berbicara di depan banyak orang. Sekelu apapun, termasuk didepannya. Lidahku memang dapat diatasi, tapi tidak dengan hati kecilku yang paling jujur dari semua akal fikiranku. Dia nakal sekali. This heart is beating so fast.

Senang sekali menggodanya sesekali. Melihatnya sedikit tersipu malu, saat dia mendelik, atau saat dahinya berkerut bingung.
Apa yang harus kulakukan? Meminta bantuan teman – temannya itu? Akan jadi apa kelas ini kalau…
Ish.
Teman – temanku yang bawel ini juga sudah membuatku sedikit ruwet. Bisa tidak sih, mereka diam saja?
---

Gitar

Salah satu alat musik keahlianku. Gitar ini adalah salah satu hal penting dalam hidupku. Apapun yang kurasakan baik pedih, pahit ataupun senang, gitar inilah yang menemaniku.

Kini saat menyentuhnya, aku hanya terdiam dan memetik – metik senarnya asal. Apa yang harus aku mainkan? Sebaris kata penyesalan atau sebaris kata ungkapan bahagia?

No comments:

Post a Comment