Sunday, 24 February 2013

Where is the Moonlight? (Part 1)

Shera

Ada banyak hal di dunia ini yang dapat membuatku tersenyum. Mulai dari suatu hal yang lucu, sampai suatu hal yang sangat manis dan pahit sehingga membuatku tersenyum. Tersenyum bukan hanya satu, kan. Tersenyum bisa saja senyum lebar, senyum tipis, senyum sinis, bisa kan?

Diantara semua alasan, aku paling menyukai saat aku tersenyum karena canda dan tawa teman – temanku. Temanku dimanapun itu. Mereka pandai membuatku tertawa sampai menangis karena lelucon mereka. Atau karena tingkah laku mereka. Teman adalah hal yang paling berharga untukku, disamping kelaurgaku tentunya. Teman yang selalu setia disampingku. Bukan didepanku, atau dibelakangku. Aku bukan seorang pengikut, aku juga bukan seorang pemimpin. Aku, dia, kami, semua sama.

Hal lain adalah beberapa kata dari seseorang lewat direct message di twitter. Walaupun dibatasi kurang dari 200 karakter, kata – katanya dapat membuat hari – hariku terasa berbeda. Kata – katanya selalu menerbitkan senyum cerah. Bahasanya membuatnya serasa berbicara langsung dihadapanku.

Dia kukenal lewat sebuah situs jejaring sosial yang kadang dipandangan beberapa orang ‘menjengkelkan’. Tapi sebenarnya asal kita berniat baik, yaa… semua itu bisa berubah. Keep in positive touch, right?
Seiring waktu yang berjalan semakin cepat setiap harinya, aku telah mengenalnya hampir setahun. Candanya sering menjadi bahan obrolanku dan teman – teman dekatku disekolah.
Seiring waktu berjalan pula, aku mulai mengenal teman – temannya pula, dan kebiasaan – kebiasaannya. Direct message darinya tidak pernah menentu. Entahlah apa yang dia lakukan, tapi aku percaya dia selalu melakukan hal – hal baik.
---
Truth or Dare

Games zaman purbakala ini mulai merebak lagi melalui dunia maya. Dulu yang dilakukan dengan menggunakan sepotong kayu, lidi, bahkan pensil, dan dilakukan hanya privat, sekarang dilakukan benar – benar di dunia maya.
Sebenarnya, hari – hari sebelumnyapun, aku dan teman – teman sudah sering mamainkan ‘games’ itu, tapi kami masih menghargai privasi masing – masing. Cukup dengan cara ‘purbakala’.
Aku tertegun memandang layar laptop yang terang.
“Truth or dare, yuk”

Main Truth or Dare? Dengan dia?
Akhirnya dengan setengah berat dan penasaran aku menyanggupi dan aku kembali tertegun saat membaca
jawabannya…
Me : “… Mention ke orang yang lo kangenin,”
Dia : “ … @bokap @nyokap @(mine!) @bestplen …”

Tuhan, aku harap dia bercanda. Tapi sebagian diriku merasa ‘terbang’ keatas. Aku? Apa dia serius?
Permainan kembali berlanjut. Tapi selama itu otakku selalu berfikir, ‘apakah ini hanya ilusi?’

Kembali sekolah, kembali ke realita. Kembali ke Senin yang membosankan, berakhir di hari Jum’at yang tenang. Mengingat sekolah membuatku merasa agak malas. Tapi mengingat canda teman –teman, rasa malas itu terbuang jauh.
Karena kesibukan tugas kelompok dan individual yang menumpuk, waktuku jarang terbuang untuk mengecek dm. Jangankan dm, untuk mentionpun jarang. WhatsApp pun hanya sesekali. Aku mulai melupakan dia. Sampai saat aku iseng membuka profilenya, tweets terakhirnya seperti berupa sindiran untukku yang tidak pernah membalas dmnya. Tuhan, ada apa ini sebenarnya?
Okay, fine. Waktu terus berjalan, aku hanya sesekali menimpalinya. Bukan maksudku untuk balas dendam karena dia sering me-reply lama. Bukan karena aku malas. Ingin sekali aku menghampirinya dan mengatakan, ‘Maaf, aku benar – benar sibuk,’ Tapi hal itu benar – benar tidak mungkin. Lebih lagi agak kesini dia mulai jarang mengirim dm lagi.
Sebagian diriku kembali memohon, ‘Tolong, mengertilah bukan maksudku untuk menjauhimu.’
Tapi sebagian diriku yang lain mengatakan, ‘Lupakan dia. Kembalilah pada kehidupan nyatamu. Dia maya.’
---
Hujan.
Aku selalu termenung saat tetes – tetes air hujan menitik di jendela. Kali ini hujan saat pelajaran masih berlangsung. Sialnya, saat bel istirahat berbunyi, hujan masih turun dan kami tidak bisa kemana – mana dengan mudah.
Hujan mengingatkanku pada sebuah lagu dengan musik sendu yang dinyanyikan oleh penyanyi favoritku, Adam Levine.
“I don’t mind spending everyday, out on your corner in the pouring rain…”
Hujan ini membuatku merasa bosan. Teman – temanku asyik membuat origami bangau dari kertas buku tulis yang dirobek ukuran dibawah 10 x 10 cm. Bangau itu akan dihanyutkan di saluran air di depan kelas kami. Dengan sedikit ‘nggak niat’, aku memilih mengikuti jejak mereka membuat origami bintang dan bangau. Sampai pada saat mereka akan menghanyutkannya, aku lebih memilih tetap duduk di dalam kelas. Dingin.
Aku baru sadar ada seseorang yang duduk disampingku. Dia masih teman sekelasku. Aku baru menyadari dia ada disitu selama kami membuat origami. Dia menyodorkan handphonenya, memintaku mendengar sebuah lagu cover.
“I don’t mind spending everyday, out on your corner in the pouring rain…”
She Will be Loved. Lagi. Aku hanya menikmati lagu itu sampai selesai. Sampai seorang temanku ikut mendengarkan dan sesekali mengomentari.
Keesokan harinya, seorang temanku memberitahuku sesuatu yang membuatku ‘shock’. Dia membandingkanku dan seseorang dengan cerita di sebuah novel yang pernah kami baca. Sekali lagi, aku hanya tertegun. Tuhan, benarkah ini? Apakah ini nyata?

No comments:

Post a Comment