Showing posts with label Cerbung. Show all posts
Showing posts with label Cerbung. Show all posts

Sunday, 23 February 2014

그 사람



Shania menutup bukunya. Jam tangannya menunjukkan pukul 09.58 yang berarti waktu istirahatnya akan habis dalam dua menit. Ia meletakkan kembali bukunya di rak. Shania tersenyum pada petugas perpustakaan yang dibalas dengan anggukan. Jam – jam di sekolah merupakan jam – jam kaku yang selalu berulang setiap minggunya. Semuanya terasa sama. Stagnan.

Deg!

Langkahnya terhenti saat sekelompok anak kelas tiga melewatinya. Salah satu diantara mereka merupakan seseorang yang familiar, wangi peppermint yang tak bisa ia lupakan begitu saja. Sosok yang membuat jam – jam kaku sekolah menjadi berbeda di tiap menitnya.

Shania memalingkan wajahnya dan menghela nafas panjang. Kapan ia bisa lepas dari bayang – bayangnya?

-

Sunday, 23 June 2013

Where is The Moonlight? (Part 6)


Shera

Betelguese? Terima kasih atas setitik cahaya yang kau berikan.
Jangan pernah tanya aku lagi soal Betelguese. Untuk kali ini, mungkin ini yang terakhir darinya.
Au revoir.

Vindemiatrix

Decrux lagi - lagi iseng menjahili Shera. Entah ada maksud apa dibalik semua ini, tapi terkadang aku menjadi kesal sendiri melihat tingkahnya.
Shera yang baik hati dengan lugunya melayani keisengan Decrux itu. Shera memang seperti peri baik hati.
Tunggu. Trix, apa kau sadar? Perasaan itu datang tanpa kau harus mencoba mencarinya. Layaknya kutipan dari novel yang Shera baca waktu itu.
Kau tidak perlu mencarinya kemanapun. Apa kau perlu berterimakasih pada Decrux?

Sunday, 24 February 2013

Where is the Moonlight? (Part 5)


Spica
Ada satu hal yang ganjil semenjak semua itu berlalu. Ada seseorang yang berubah begitu saja. Sepertinya seseorang telah mengetukkan tongkat ajaib kekepalanya.

Dapatkah kau bayangkan, seseorang yang selama ini bersifat buruk padamu tiba – tiba bersifat begitu baik? Apakah ibu peri dalam cerita Cinderella benar – benar Turun ke bumi?
Jujur, aku hanya menanggapinya dengan biasa. Menyikapinya dengan biasa. Aku tahu, semua orang dapat berubah dengan cepat. Tapi sikapnya yang seperti itu. Aku lebih memilih tetap bersifat seperti Kimi Räikkönen, The Iceman. Semoga Shera tidak berlebihan. Aku selalu mendoakan yang terbaik untuknya, juga untuk yang lain.

Where is the Moonlight? (Part 4)


Chara
Aku sudah mengetahui namanya! Aku mendaftar di club yang sama dengannya (Juga dengan Nash dan Spica). Walaupun festival musim semi sudah lewat, aku benar – benar ikhlas mengikuti kegiatan club, kok. Bukan semata – mata untuknya.

Namanya Tian. Dia satu tahun diatasku. Setelah mengetahui namanya, lama – lama semuanya terkuak. Dia grade 2 dan mengambil kelas science. Dibalik wajahnya yang ‘Choi Siwon’ banget, ternyata dia layaknya laki – laki diumurnya sering bertingkah ‘abnormal’.

Aku hanya bisa melongo mendengar pengakuan dari kakak – kakak kelas perempuan lainnya. Sedikit menyangsikan. Saat kakak kelas itu menunjukkan fotonya (dan aku tidak sengaja melihat kejadiannya secara langsung), ya ampun! Dibalik otak dan wajahnya yang diatas rata – rata itu dia bisa bersifat abnormal juga. Ckckck.
Dia itu keajaiban dunia nomor delapan.
---
Vindemiatrix
Aku tertegun malam itu. Sebuah pesan masuk yang tidak biasanya. Isinya memang hal sepele. Hanya bertanya, tapi pertanyaannya itu agak sedikit mengganggu. Ayolah, tidakkah orang ini mengerti?

Where is the Moonlight? (Part 3)


Chara
Bagaimana rasanya menyukai seseorang tapi kau tidak mengetahui apapun tentang orang itu bahkan namanya? Seakan ada rasa menggelitik setiap hari dan seperti ada orang yang mendesakmu untuk bertanya pada siapapun.

Orang itu datang kekelas saat sosialisasi Festival yang diadakan setiap musim semi. Orang itu merupakan salah satu anggota klub yang mengurus acara festival tahunan itu. Aku mendesak Spica yang satu klub dengannya untuk memberi tahuku siapa namanya. Tapi Spica sendiri menggeleng karena ia sama sekali belum pernah melihat orang itu saat kegiatan di klub. Aku tidak akan pernah menyerah.

Tapi dibalik rasa penasaran itu, aku terus berfikir. Kok bisa ya, ada orang yang mirip Choi Siwon?
---

Shera
Terlihatlah sekarang benang merahnya. Teman – temanku akhirnya mengetahui semuanya. Lihatlah! Sekarang mereka mendesakku untuk meninggalkan hal yang ‘semu’ itu. “Didepan matamu ada banyak hal yang lebih nyata terlebih lagi yang satu itu! Kembalilah ke dunia nyata, Shera!” seru Chara suatu hari.

Where is the Moonlight? (Part 2)


Vindemiatrix

Aku mengalami salah satu pengalaman pahit yang pasti sudah atau akan dijalani oleh setiap orang didunia. Broken hearted. Rasanya hidupmu seperti ada di lagu – lagu mellow yang diputar radio di malam hari.
Ish.

Bersama dan menjalani hidup bersama orang yang kau sayang kurang 3 – 4 bulan dari setahun itu menyakitkan. Rasanya seperti sebuah rajutan yang sudah terbentuk nyaris sempurna, tergunting lagi. Atau seperti lukisan penuh warna di atas sebuah kanvas putih, lalu seseorang tiba – tiba menuangkan cat warna gelap disana. Hitam.

Aku sejenak tersenyum mendengar ucapan salah seorang guru yang mengatakan bahwa seseorang akan lebih kuat menapaki hidup saat ia mendapat hal buruk. Ya. Kurasa setelah aku mengalami hal ini, aku akan lebih kuat. Kutulis di benakku, kutipan dari sebuah lagu. Apa yang tidak membunuhmu akan menjadikanmu lebih kuat. What doesn’t kill you make you stronger.

Where is the Moonlight? (Part 1)

Shera

Ada banyak hal di dunia ini yang dapat membuatku tersenyum. Mulai dari suatu hal yang lucu, sampai suatu hal yang sangat manis dan pahit sehingga membuatku tersenyum. Tersenyum bukan hanya satu, kan. Tersenyum bisa saja senyum lebar, senyum tipis, senyum sinis, bisa kan?

Diantara semua alasan, aku paling menyukai saat aku tersenyum karena canda dan tawa teman – temanku. Temanku dimanapun itu. Mereka pandai membuatku tertawa sampai menangis karena lelucon mereka. Atau karena tingkah laku mereka. Teman adalah hal yang paling berharga untukku, disamping kelaurgaku tentunya. Teman yang selalu setia disampingku. Bukan didepanku, atau dibelakangku. Aku bukan seorang pengikut, aku juga bukan seorang pemimpin. Aku, dia, kami, semua sama.

Hal lain adalah beberapa kata dari seseorang lewat direct message di twitter. Walaupun dibatasi kurang dari 200 karakter, kata – katanya dapat membuat hari – hariku terasa berbeda. Kata – katanya selalu menerbitkan senyum cerah. Bahasanya membuatnya serasa berbicara langsung dihadapanku.

Dia kukenal lewat sebuah situs jejaring sosial yang kadang dipandangan beberapa orang ‘menjengkelkan’. Tapi sebenarnya asal kita berniat baik, yaa… semua itu bisa berubah. Keep in positive touch, right?
Seiring waktu yang berjalan semakin cepat setiap harinya, aku telah mengenalnya hampir setahun. Candanya sering menjadi bahan obrolanku dan teman – teman dekatku disekolah.

Wednesday, 22 August 2012

Danielle's Life

Keluarga, merupakan suatu hal yang sangat berarti bagiku juga bagi Dean. Keluarga merupakan tempat untuk berbagi canda, berbagi ceria, juga berbagi kesedihan.
Keluargalah yang membuat kami berani melangkah, berani keluar menuju dunia luar yang suram.

Tapi sejak kematian mom, ada sesuatu yang hilang dari keluarga kami.
Aku tidak pernah merasa memiliki keluarga lagi. Bukannya aku bermaksud untuk menjelek-jelekkan keluargaku, tapi sejujurnya aku merasa sepi.
Emily yang manis memang hadir di keluarga kami, tapi tanpa mom semua sama saja. Sepi.
Dulu, kami tinggal di sebuah rumah kecil yang manis di Inggris. Dad dan Mom memang bekerja. Keduanya sama-sama seorang arsitek. Tapi mereka masih sempat meluangkan waktu untuk mengecek pekerjaan rumah kami, mengantar kami sekolah, dan berakhir pekan di rumah.

Sekarang?

Dad lebih sering lembur karena kliennya. Aku mengerti. Dad memang bekerja keras untuk kami, sampai kami bisa menginjak daratan Amerika dan mendapat sekolah dan tempat tinggal yang baik. Tapi kupikir Dad terkadang bekerja berlebihan. Terkadang, akhir pekan juga dipakai Dad untuk bekerja. Baiklah, terserah apa menurutmu. Beliau memang bekerja keras, tapi itu sungguh berlebihan.

Dean, kakak laki-lakiku dan kakakku satu-satunya. Kakak paling pengertian di seluruh dunia. Kakak paling baik dari semua kakak yang ada. Kakak yang tidak egois dan selalu memberi apapun yang ia bisa berikan pada kedua adiknya, entah kemana sekarang. Sekarang, aku hanya memiliki seorang kakak yang pendiam, lebih pemarah dan sama sekali nggak care. Menyebalkan!

Emily? Dia hanya anak kecil yang lugu dan tidak mengerti apa-apa!

Tapi sayangnya...
Emily juga anak yang mengerti keadaan. Seringkali aku menenangkan Emily yang menangis pada malam hari dan berteriak-teriak dalam mimpi memanggil mom...

Aku?
Bagaimana denganku?
Entahlah, menurutmu?

Danielle J.

Tuesday, 24 July 2012

Danielle's Life

wow!
Siang yang terik saat kakiku menginjak daratan Amerika. Akhirnya aku lega juga setelah berjam - jam duduk manis di pesawat. Angin musim panas benar - benar panas!
Uncle Ben menjemput kami di Bandara dan mengantar kami menuju tempat tinggal kami di Fairfax, Virginia. Jujur, aku kaget saat Uncle bilang bahwa kami akan tinggal di apartemen.
Kak Dean sangat antusias karena apartemen kami memiliki fasilitas olahraga yang baik. Emily juga bertepuk tangan senang saat diceritakan tentang sebuah playground yang mengasyikkan.
Sejujurnya (lagi) aku sangat bosan dan tertidur di mobil.

Sebuah apartemen yang cantik. Begitu kesanku saat pertama kali menginjakkan kaki disana. Dad yang bekerja sebagai arsitek juga pandai mendesign ruangan.
Ruang tamu yang merangkap ruang keluarga bernuansa kayu klasik. Dapur yang terletak agak kebelakang juga masih bernuansa pedesaan-klasik.
Yang paling aku suka, kamarku dan Emily dicat warna kuning (dan untungnya bukan pink karena aku tidak suka warna itu)
Kamar Kak Dean dicat serba biru favoritnya.
Pokoknya, that was amazing. Thank you, Dad. For this surprise :)

Malamnya, Dad dibantu Kak Dean memasak Chicken soup dan menghidangkannya dengan Garlic Bread. Kami semua makan tanpa suara kecuali Emily dengan suara bayinya yang mengesalkan. Anak umur 3 tahun itu memang lucu dan kadang mengesalkan, kau tahu.

Saat makan, aku tak sengaja melihat bufet kayu yang diletakkan didekat dapur. Diatas bufet itu ada beberapa foto. Foto Dad, foto Kak Dean, fotoku, Foto Emily, sebuah foto keluarga, dan foto mom.
Entah kenapa mendadak aku agak gimanaaa gitu. Yeah, do you know what I mean?

Mom sudah pergi. Pergi meninggalkan aku, Emily, Kak Dean, juga Dad. Semua ini gara - gara penyakit yang menimpa mom itu. Sungguh, aku sangat benci pada penyakit yang membawa mom pergi itu. Kenapa mom harus pergi?
Kenapa ya, Kak Dean, bahkan Dad bisa menganggap enteng hal ini?
Entahlah..
Mungkin aku terlalu emosional. Aku terlalu sayang pada mom.

July, 2011
Danielle J.